CERPEN - Lagu Terakhir Untuk Vanya


S
udah hampir dua jam Vanya mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat sangat gelisah. Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya, tapi tak ada satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
“Kamu kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu Vanya sambil memencet nomer telepon dengan cepat.
Sebelum Vanya sempat menelpon, sebuah SMS masuk dan di layar ponsel itu tertulis My Prince. Secepat kilat dia membuka SMS itu lalu membacanya dengan tidak sabar. Ternyata orang yang selama ini dia tunggu itu baru saja selesai bertanding dalam turnamen voli. Setelah membalas SMS itu, Vanya memejamkan matanya untuk tidur, karena malam telah larut.
Keesokannya, Seperti biasa, Vanya  selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum dia berangkat kuliah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum juga membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali dia mengirimkan SMS, hingga akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku udah solat dan makan kok-
Vanya langsung membalas SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, dia merasa ada yang aneh dengan pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya dia tahu kalau ternyata yang membalas SMS itu bukanlah Azam pacarnya, tapi temannya. Hal itu membuat Vanya sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Dia berharap pacarnya akan menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
Tapi pertengkaran itu malah berlanjut hingga malam hari. Meskipun Azam telah meminta maaf, tapi Vanya masih juga kesal dengan sikap Azam  yang tidak mau membalas SMS-nya. Dan malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
Pertengkaran kedua pasangan itu berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat SMS olehAzam . Hal itu membuat Vanya yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis di depan sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka pacar yang selama ini sangat dicintainya ternyata tega memutuskan Dia begitu saja. Namun, setelah mendengar alasan Azam yang sudah merasa tidak nyaman lagi dengan dia, Vanya akhirnya menerima keputusan itu dengan hati yang hancur.
Malam harinya, Vanya yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak jatuh sakit. Tubuhnya demam dan kadang dia menggigil. Dia berharap Azam  akan menghubunginya dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu, hanya menjadi harapan semata, karena tak satu pun SMS dari Azam yang masuk ke hp-nya. Sudah hampir seminggu Vanya sakit, hingga akhirnya dia harus di rawat di rumah sakit. Tapi kondisinya belum juga membaik. Maag yang selama ini di derita Vanya ternyata sudah sangat parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau salah satu faktor yang menyebabkan penyakit Vanya  semakin parah adalah stres yang dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
Echa , sahabat Vanya yang paling mengerti keadaan Vanya hanya bisa menatap iba tubuh sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya semakin kurus. Echa sangat mengerti perasaan Vanya  yang merasa sangat kehilangan Azam  kekasihnya. Kadang samar-samar dia mendengar Vanya  menyebut nama Azam dalam tidurnya, dan hal itu membuat Echa  menangis, tak sanggup melihat penderitaan yang di rasakan oleh sahabatnya itu. “Van, gmn keadaan kamu sekarang?” tanya Echa ketika sahabatnya baru saja bangun.
“Alhamdulillah udah mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab Vanya, wajahnya terlihat pucat. Kamu masih mikirin Azam ya?”
“Maksud kamu?” “Dari kemarin aku dengar kamu memanggil nama Azam  berkali-kali saat kamu lagi tidur. Kamu kepikiran dia lagi?” tanya Echa cemas.
“Iya, aku kangen sama dia. Apa dia menghubungiku?” jawab Vanya.
“Setahu aku, sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia. Kenapa?”
“Enggak apa-apa, cuma mau tahu aja dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat sedih. “Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?” “Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Echa hanya bisa diam mendengar jawaban sahabatnya itu. Rasa kagum dan sedih bercampur di hatinya. Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat penderitaan Vanya yang harus dialami. Echa tahu di saat sakit seperti itu, pasti Vanya  ingin Azam ada bersamanya, dan nggak meninggalkannya seperti ini.
Hampir tiga minggu Vanya di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Echa selalu memperhatikan perkembangan kesehatan sahabatnya itu. Setiap kali Azamya  merasa sakit di tubuhnya ataupun tubuhnya demam, Vanya selalu mendengarkan sebuah lagu ciptaan Azam mantan kekasihnya. Dan seperti mukjizat, keadaan Vanya  perlahan membaik setelah mendengar lagu itu. Echa akhirnya mengerti kerinduan Vanya pada Azam sangatlah besar hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya. Hingga suatu hari, tanpa sepengetahuan Vanya, Echa menelpon  Azam yang ada di luar kota. Dia menceritakan keadaan vanya pada cowok itu, dan dia juga meminta Azam  untuk datang menemui Vanya. Tapi, Azam  masih belum juga mau menemui Vanya. “Aku mohon sama kamu, Vanya butuh kamu. Tolong datanglah ke Jakarta dan temui Vanya walaupun hanya sebentar” ucap Echa .
“Aku belum bisa menemui dia, lagipula kehadiranku malah bisa membuat dia semakin sakit” jawab Azam. “Satu kali saja, tolong temui dia. Mungkin dengan bertemu denganmu dia bisa sembuh. Atau kamu akan menyesal” paksa Echa. “Apa maksud kamu? Memang penyakitnya itu parah?”
“Datang dan lihatlah sendiri keadaan Vanya sekarang. Sebelum kamu menyesal untuk selamanya” ucap Echa sebelum mengakhiri teleponnya.
Beberapa hari setelah telepon itu, Azam mengabari Echa kalau dia akan ke Jakarta untuk menemui Vanya . Echa yang mendapat kabar menggembirakan itu langsung menemui Vanya. Tapi sayangnya Vanya sedang tidur saat itu. Echa hanya bisa menunggu, sampai Azam  tiba di Jakarta dua hari lagi. Hari itu akhirnya tiba juga.Azam, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya oleh Vanya  dan Echa akhirnya datang. Dia meminta Echa  mengantarkannya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Azam  terdiam melihat keadaan gadis yang ada di kamar rawat itu. Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini dilihatnya dengan kondisi yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di tangannya, matanya terpejam, tapi di kedua telinganya terpasang headset agar Vanya bisa selalu mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan. “Dia hanya sedang tidur. Tunggu saja, sebentar lagi juga dia bangun” ucap Echa yang berdiri di belakang Azam. “Sudah berapa lama dia seperti ini?” tanyaAzam, dia mulai berjalan mendekati tempat tidur Vanya. “Hampir satu bulan dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba kau dengar lagu yang sedang di dengarkan Vanya” ucap Echa sambil melepas satu headset itu dan memberikannya pada Azam, Azam terkejut ketika mendengar lagu itu, lagu yang pernah dia ciptakan untuk Vanya dulu. Dia tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua matanya menatap wajah Vanya  yang tertidur. “Itulah yang membuat Vanya bertahan selama ini. Itu yang dia lakukan bila sedang merindukanmu. Suaramu yang sangat dia rindu” ucap Echa.
Azam yang masih merasa terkejut perlahan memegang tangan Vanya, kedua matanya tak lepas dari wajah Vanya. Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan itu. Tiba-tiba tangan yang di pegang Azam bergerak, Vanya bangun dari tidurnya. Dan dia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang tangannya. “Tenang,. Dia Azam, orang yang selama ini kamu rindu” ucap Echa. “Azam? Kenapa bisa ada disini?” tanya Vanya yang masih terkejut. “Maaf, ya. Aku yang menelpon dia dan meminta dia untuk datang menjengukmu. Karena aku nggak tega melihat kamu seperti ini terus.” “Kenapa kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak menjaga kesehatanmu?” tanya Azam yang masih tetap menatap wajah Vanya. “Itu bukan urusanmu” sahut Vanya sambil melepaskan genggaman Azam. “Waktu itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan kVanya, dan berjanji akan baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?” Vanya hanya diam dan memalingkan wajahnya dari Azam. Sementara Azam masih terus berbicara pada Vanya. Echa yang melihat itu hanya berharap keadaan Vanya akan membaik setelah bertemu Azam. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama akhirnya Vanya dan Azam mulai akrab kembali. Wajah Vanya yang tadinya pucat juga mulai berubah cerah.
Pertemuan antara Vanya dan Azam terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan Vanya berangsur membaik. Suatu hari, Vanya ingin pergi ke pantai bersama Azam, dia ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya. Walaupun awalnya dokter, orang tua Vanya, dan Azam tidak setuju, tapi demi kesembuhan Vanya, akhirnya mereka menyetujui permintaan Vanya itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai untuk melihat sunset.

Di pantai itu, Azam  menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk Vanya . Lagu yang liriknya adalah ciptaan Vanya, dulu dia pernah meminta Azam untuk menciptakan lagu dari lirik yang dibuatnya. Dan kini lagu itu telah selesai dan Azam menyanyikannya secara langsung untuk Vanya.
Keadaan yang sangat romantis itu membuat Vanya  bahagia. Berkali-kali dia tersenyum dan tertawa saat bersama Azam. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan. “Aku bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, tertawa dan melihat sunset bersama kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa mendengar lagu itu secara langsung” ucap Vanya sambil memandang langit. “Aku juga senang bisa jalan sama kamu. Makanya kamu harus cepat sembuh, nanti kita bisa jalan-jalan lagi” sahut Azam. “Iya. Rasanya aku nggak ingin ini berakhir, aku ingin terus bersama kamu. Bahagia seperti ini.” Azam hanya bisa tersenyum mendengar ucapanVanya. Lalu mencium kening Vanya  dengan lembut. Vanya yang terkejut hanya bisa menatap Azam, lalu tersenyum. “Aku sayang kamu. Cepat sembuh, ya” ucap Azam. Air mata mengalir dari mata Vanya. Suasana mengharukan itu terlihat sangat membahagiakan. Setelah itu mereka kembali ke rumah sakit karena Vanya  masih harus di rawat.

Sebuah kabar mengejutkan membuat Azam dan Echa datang ke rumah sakit lebih pagi dari biasanya. Keadaan Vanya yang belakangan ini mulai membaik, tiba-tiba drop. Semua dokter dan perawat sibuk mengatasi keadaan itu. Sedangkan Azam, Echa dan keluarga Vanya hanya bisa menunggu dan berdoa dari luar ruang ICU. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan itu dan melihat kondisi Vanya yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua orang yang berharga baginya itu masuk ke kamarnya. “Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua Vanya. “Aku baik-baik aja kok, Bu” sahut Vanya yang masih lemah. “Azam, aku mau mendengar kamu menyanyi. Tolong nyanyikan lagu itu sekarang. Aku mau dengar” ucap Vanya dengan suara yang hampir seperti bisikan. “Nanti saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Azam. “Aku mau mendengarnya sekarang. Aku lelah, ingin istirahat. Aku ingin mendengar lagu itu untuk menemani tidurku.”
“Nyanyikan saja” ucap Ibu Vanya.
Akhirnya Azam menyanyikan lagu yang ingin di dengar Vanya itu. Tangannya menggenggam tangan Vanya yang dingin, Vanya juga menggenggamnya dengan erat seperti tak mau lepas lagi. Perlahan matanya terpejam dan akirnya dia tertidur. Tapi bukan tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung Vanya perlahan berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi pergerakan grafik detak jantung Vanya. Azam yang dari tadi menggenggam tangan Vanya merasa tangan Vanya perlahan melepas genggamannya. Mereka terus memanggil Vanya, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah mengatakan kalau Vanya telah pergi untuk selamanya. Air mata seperti tak bisa berhenti mengalir dari mata orang tuanya, Echa terlebih Azam. Mereka tidak menyangka, Vanya yang mereka kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu. Begitu juga Azam, dia tidak mengira kalau lagu yang dia nyanyikan itu adalah lagu terakhir untuk Vanya. Sebelum wajah Vanya di tutupi kain putih, Azam mencium kening gadis yang pernah di cintainya itu dengan lembut. “Selamat jalan, sayang. Maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Semoga kau tenang disana. Kau wanita teridah dalam hidupku”.